Oleh:
Andri Iday
:
perdu, hujan, burung dara
Luas
mengalas amerta perdu cinta kita, kasih. Begitu manja menyaga pada blora romansa
romansa rumpunan bambu ini. Tabik cintanya berbisik kisik menghantami kala
hujan gemericik. Rinaian andaru menitik terus mengerubung seumpama burung
burung dara di atas kepala kita yang ku sanjung dengan jagung.
Riuhnya
masih menelusuk hati damai terasa tika pagi ku buka mata sayang. Cumbumu
menyibak keluhku pada bambu tempat menautkan duka. Sampai pada kini cinta,
menitis mesra bungkam seban samsara.
Kasih...
Kelasah
telah pudar. Hajrah ternoktah tadahi teloktak bujang antah berantah. Sebabnya,
kitiran kitiran cintamu mendekap nan tulus apa adanya. Terbangkan lepas
terawangan membawa ruhku. Kembali kemudian bersama hujan basahi alas alas sepi
hatiku, menyirami rumpunan bambu selaksa segara kasih tak terhingga. Kamu tak
berupaya meminta bunga seperti kebanyakan tema cerita cinta. Nyata kau menjadi
tanju kehidupan rumpunku kala kelam, pemberi nyawa di setiap rongga.
Rongga
tangan jemariku. Tergenggam utuh selepas dedoa penghulu ikrar janji suci.
Sebelumnya tak pernah terlabuhi perahu perahu ijajil. Kini, kasih, erat
tergenggam pada ikatan perkawinan. Saat itu, derap laju nadi bergemuruh bersama
darahmu. Kau rasa, kan, sayang?
Rongga
rongga dada paru paru. Nafas cinta syahdu saling bertautan saat dadamu dadaku
sama. Mata mata bertemu kelingannya manja untuk yang pertama. Rongga kehidupan,
hati, di setiap pori dan pagi dikerumusi secangkir kopi. Malamnya ku lepas
penat dengan memelukmu sampai pagi tak lagi mengadu pada rumpun bambu. Dan
kamu, wajah pertama yang ku sapa telah menjelaga di alas hati mengelun lembut.
Di tiap tiap lajuran kisah ayat ayat Tuhan menyerta.
Agrang
kecupi lipatan kening abirupa tanpa pacaran. Itu maumu, kan?
Jelajur
niat suci, tulus, tanggung jawab, bersamaan itu bukti. Semilir angin yang
menyilap makna kalam Tuhan.
Kinasih...
Romansa
kita tak cukup diutarakan dengan segunung kata menyembul bila kau minta, atau
rangkaiannya menjadikan seikat bunga seperti yang dilakukan orang. Juga renjana
renjana kasang terpunjut pada saban saban pendar cahaya bulan dan fajar. Karena
bagiku, dan kamu, kita, romantis itu sebuah pernikahan bukan pacaran. Menghalalkan
bukan mendosakan cinta, selaksa ambaran virga kemuli saga, memasung burung
dara. Pada arah-arah suci, abadi, di alamnya. Adapun kegaduhan yang kerapkali kita
dengar, sayang, itu hanya suara dari ujung daun bambu beradu dengan sesamanya
diterpa angin. Suara butiran air hujan menjatuhinya, suara burung dara memanja.
Dengan bahagia, pula seberhana sampai nanti.
Mati.
Sukabumi,
07 Oktober 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar