Selasa, 01 November 2016

Naskah Puisi JUARA 1 Lomba Cipta Puisi Karnaval Sastra

Oleh: Andri Iday

:  perdu, hujan, burung dara

Luas mengalas amerta perdu cinta kita, kasih. Begitu manja menyaga pada blora romansa romansa rumpunan bambu ini. Tabik cintanya berbisik kisik menghantami kala hujan gemericik. Rinaian andaru menitik terus mengerubung seumpama burung burung dara di atas kepala kita yang ku sanjung dengan jagung.

Riuhnya masih menelusuk hati damai terasa tika pagi ku buka mata sayang. Cumbumu menyibak keluhku pada bambu tempat menautkan duka. Sampai pada kini cinta, menitis mesra bungkam seban samsara.

Kasih...
Kelasah telah pudar. Hajrah ternoktah tadahi teloktak bujang antah berantah. Sebabnya, kitiran kitiran cintamu mendekap nan tulus apa adanya. Terbangkan lepas terawangan membawa ruhku. Kembali kemudian bersama hujan basahi alas alas sepi hatiku, menyirami rumpunan bambu selaksa segara kasih tak terhingga. Kamu tak berupaya meminta bunga seperti kebanyakan tema cerita cinta. Nyata kau menjadi tanju kehidupan rumpunku kala kelam, pemberi nyawa di setiap rongga.

Rongga tangan jemariku. Tergenggam utuh selepas dedoa penghulu ikrar janji suci. Sebelumnya tak pernah terlabuhi perahu perahu ijajil. Kini, kasih, erat tergenggam pada ikatan perkawinan. Saat itu, derap laju nadi bergemuruh bersama darahmu. Kau rasa, kan, sayang?

Rongga rongga dada paru paru. Nafas cinta syahdu saling bertautan saat dadamu dadaku sama. Mata mata bertemu kelingannya manja untuk yang pertama. Rongga kehidupan, hati, di setiap pori dan pagi dikerumusi secangkir kopi. Malamnya ku lepas penat dengan memelukmu sampai pagi tak lagi mengadu pada rumpun bambu. Dan kamu, wajah pertama yang ku sapa telah menjelaga di alas hati mengelun lembut. Di tiap tiap lajuran kisah ayat ayat Tuhan menyerta.

Agrang kecupi lipatan kening abirupa tanpa pacaran. Itu maumu, kan?
Jelajur niat suci, tulus, tanggung jawab, bersamaan itu bukti. Semilir angin yang menyilap makna kalam Tuhan.

Kinasih...
Romansa kita tak cukup diutarakan dengan segunung kata menyembul bila kau minta, atau rangkaiannya menjadikan seikat bunga seperti yang dilakukan orang. Juga renjana renjana kasang terpunjut pada saban saban pendar cahaya bulan dan fajar. Karena bagiku, dan kamu, kita, romantis itu sebuah pernikahan bukan pacaran. Menghalalkan bukan mendosakan cinta, selaksa ambaran virga kemuli saga, memasung burung dara. Pada arah-arah suci, abadi, di alamnya. Adapun kegaduhan yang kerapkali kita dengar, sayang, itu hanya suara dari ujung daun bambu beradu dengan sesamanya diterpa angin. Suara butiran air hujan menjatuhinya, suara burung dara memanja. Dengan bahagia, pula seberhana sampai nanti.
Mati.


Sukabumi, 07 Oktober 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar